Awas, Penjahat Seks Berkeliaran di Sekolah Anak

Ilustrasi kekerasan seksual anak.
Sumber :
  • VIVAnews/Joseph Angkasa

VIVAnews - Seakan tak pernah berhenti, kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur kembali terjadi. Padahal, sudah banyak menelan korban dan pelakunya tertangkap dan berhasil dijebloskan ke dalam sel.

Diduga Cabuli Anaknya Sendiri, Polisi Periksa Petugas Damkar Jaktim

Kali ini menimpa AK, bocah blasteran Belanda dan Surabaya berusia lima tahun, yang masih duduk di taman kanak-kanak (TK) Jakarta Internasional School (JIS) di kawasan Pondok Indah, Cilandak, Jakarta Selatan.

Meski termasuk sekolah elit, namun tidak serta merta memberikan pengawasan yang aman pula. Sebab, korban ternyata dicabuli dua petugas kebersihan toilet yang bernama Agun dan Frizkiawan alias Awan di sekolahnya, yang keduanya kini sudah ditahan di rutan Polda Metro Jaya.

AK mengalami kekerasan seksual berkali-kali. Pertama pada 5 Maret 2014. Ibunda AK, P (40 tahun), mulai curiga ketika perilaku anaknya mulai berbeda. Selain kembali mengompol, AK kerap mengigau. Ia juga tak mau lagi tidur sendiri, selalu minta ditemani.

Kecurigaan P kian menjadi, saat ia menemukan memar berbentuk bulat di perut sebelah kanan anaknya. P kemudian memancing anaknya untuk bercerita. Akhirnya, 20 Maret 2014, AK mengatakan kepada ibunya, ada orang nakal di sekolah.

Atas kejadian tersebut, P, bahkan menemui Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Dwi Priyatno, Kamis 17 April 2014. Ia berharap, kasus yang menimpa anaknya itu bisa segera diusut hingga tuntas.

Areum T-ara Bongkar Aib Mantan Suami, Sering Meludah dan Kencingi Wajah Anaknya

Kapolda juga telah memerintahkan penyidik agar fokus memproses kasus tersebut. P diketahui telah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada 24 Maret 2014 lalu.

"Kita lakukan penyelidkan secara ilmiah atau scientific identification, sehingga akan lebih kurat penyelidikannya. Kita juga berkomitmen memproses kasus ini secara serius dan terbuka, sehingga masyarakat bisa memantau langsung," ujar Dwi, saat ditemui di kantornya.

Dwi menambahkan, akan terus berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesa (KPAI). Dia berharap, tidak lagi murid yang menjadi korban kekerasan seksual seperti ini.

Selain melaporkan pelaku ke polisi, orangtua AK juga akan melakukan gugatan kepada JIS.

Kuasa hukum korban, OC Kaligis menilai bahwa sekolah bertaraf internasional itu diduga lalai dalam mengawasi setiap anak didiknya. Selain itu, pihak sekolah dinilai lambat dalam menangani kasus ini. Misalnya, dengan pemasangan CCTV di sekitar toilet tempat kejadian perkara.

Respons Damkar Jakarta Soal Viral Petugasnya Diduga Cabuli Anak Kandung Sendiri

"Pasti kita akan gugat, tetapi nanti kita buat suratnya dahulu," kata pengacara kondang itu.

Menurut Kaligis, peristiwa ini merupakan kejadian paling sadis yang pernah ada, karena korban sampai mengalami penyakit herpes.

Hal senada, juga disampaikan Sekretaris Jenderal KPAI, Erlinda. Dia mengatakan bahwa kemungkinan ada murid lain yang menjadi korban keberingasan Agun dan Awan. Itu terlihat, dari sejumlah perilaku anak yang berubah seperti AK dahulu. Mereka menjadi lebih pendiam.

Meski beberapa orangtua sudah memberikan pernyataan mengenai perubahan perilaku anaknya itu, namun Erlinda masih akan mencari bukti dan fakta. Setelah itu, dia dan para orangtua akan melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya.
 

Izin Sekolah Terancam
Menanggapi kejadian ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan langsung memanggil pihak JIS. Berdasarkan data yang dimiliki, TK JIS belum memiliki izin mendirikan bangunan. Sebab, yang terdaftar hanya dari tingkat SD hingga SMA.

"Tim Kemendikbud sudah tahu duduk perkaranya. Kalau sudah jelas, kami beri perhatian khusus, termasuk soal pemberian sanksi. Sanksi tergantung kelalaian, dari paling ringan sampai paling berat. Terberat itu bisa ditutup," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh di Istana Negara, Jakarta, Rabu kemarin, 16 April 2014.

Jika Kemendikbud pada akhirnya memutuskan untuk menutup TK itu, mereka akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten, Kota, atau Provinsi.

"Kejadian itu di luar nalar. Sekolah-sekolah tidak cukup melakukan pelayanan pendidikan semata, tetapi juga melindungi keamanan peserta didik. Apalagi ini anak-anak," ujar Nuh.

Sementara itu, pemimpin Jakarta International School ikut beraksi dengan adanya kasus ini. Mereka hadir dalam panggilan yang diajukan oleh Kemendikbud. 

"Kami hadir di sini untuk menyampaikan mengenai insiden memprihatinkan yang terjadi di sekolah kami kepada Kementerian Pendidikan. Kami akan terus bekerja sama erat dengan Kementerian Pendidikan, Kepolisian, dan institusi pemerintahan lain demi tercapainya jalan keluar yang terbaik," kata Kepala Sekolah JIS, Tim Carr, dalam konferensi pers di Kemendikbud.

Pada kesempatan itu, hadir pula Wakil Kepala Sekolah JIS Steve, dan staf HRD Megumi. Mereka diterima Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Informal dan Formal Kemendikbud, Lydia Freyani Hawadi.

Carr mengatakan, fokus utama JIS selama ini dan ke depannya adalah kesejahteraan siswa dan keluarga mereka, serta keamanan dan keselamatan komunitas sekolah.

Namun, usai menggelar konferensi pers singkat, Carr, Steve, dan Megumi memilih keluar dari ruangan tanpa berkomentar apa-apa lagi.
 

Sekolah internasional tak menjamin
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menyatakan sekolah bertaraf internasional bukan jaminan manajemennya selalu baik.

"Faktanya, sekolah (lokasi kekerasan seksual pada AK) ini tidak mencerminkan sekolah internasional. Sistem dan manajemen pendidikannya kacau, seakan hanya lip service tanpa memberikan jaminan keamanan untuk para muridnya," ujar Arist dalam konferensi pers di Komnas PA.

Arist menuturkan, seharusnya sekolah menjadi tempat yang aman selain di rumah. Dalam kasus ini, TK JIS tempat korban kekerasan seksual bersekolah hanya tampak dari luar memiliki pengamanan ketat. Namun, di dalamnya, manajemen sekolah mengabaikan keamanan dan kenyamanan muridnya.

"Orang luar yang ingin masuk ke dalam tidak diperbolehkan, bahkan untuk orangtua sekali pun. Tetapi, mereka tidak mempunyai sistem yang baik dalam perekrutan pegawai, dimulai dari guru sampai cleaning service. Padahal kan, orang-orang itu dalam kerja sehari-harinya berinteraksi dengan anak-anak. Saya pastikan manajemennya amburadul," kata Arist.

Sekolah bertaraf internasional, ujar Arist, seharusnya punya standar khusus dalam mekanisme pemberian pendidikan dan keamanan bagi para siswa di dalamnya. "Kalau standar mereka diabaikan, kejadian ini bisa saja sudah memakan korban lain jauh-jauh hari sebelumnya," tegas dia.

Arist meminta pihak sekolah kooperatif dan tidak saling lempar tanggung jawab. "Kalau mereka tidak mau bertanggung jawab, habislah sudah. Mereka harus bertanggung jawab, baik secara pidana maupun perdata," kata dia

Sementara itu, psikolog anak dari Universitas Atma Jaya, Agustina Hendrati, mengatakan bahwa mengatasi trauma pada anak yang mengalami pelecehan seksual memang tidak mudah. Sebab, membangkitkan kembali rasa nyaman dan aman setelah menerima tindak pelecehan bukan hal mudah bagi anak.

"Harus dimulai perlahan-lahan. Buat Anak agar bisa kembali merasa nyaman dan aman. Bisa dengan bermain, menggambar atau hal-hal lain yang dia suka. Dampingi terus," ujarnya saat dihubungi.

Setelah itu, Agustina menambahkan, orangtua harus bisa membuat anak bersedia mengungkapkan pengalamannya. Anak harus mampu menceritakan bagian tubuh mana yang mengalami pelecehan seksual. Sebab, jika tidak, pengalaman buruk tersebut akan menjadi racun dalam kehidupannya.

Namun, kata dia, cara agar anak bersedia menceritakan pengalaman itu harus disesuaikan dengan usia si anak. Jika anak masih berusia dini, orangtua bisa menggunakan media gambar atau boneka.

"Boneka itu bisa digunakan sebagai pengganti bagian tubuhnya. Jadi, anak bisa menunjukkan bagian tubuh yang tersakiti," ujarnya.

Terakhir, yakinkan pada anak bahwa apa yang ia alami bukan kesalahannya. Berikan perasaan bahwa anak adalah korban. "Karena anak terkadang berpikir, hal itu merupakan hukuman karena ia nakal," kata dia
 

Kasus kekerasan anak
Kejadian memilukan ini bukan hanya menimpa AK. Beberapa anak di bawah umur juga mengalami hal serupa. Bahkan, ada korban yang meninggal karena kemaluannya keluar belatung. Kisah ini menimpa RI bocah berusia 11 tahun.

Kasus ini terungkap saat RI mengalami gejala yang aneh, keluarga akhirnya membawa ke puskesmas dekat rumahnya. Namun, karena tidak memiliki peralatan yang memadai, RI dibawa ke RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.

Kondisi fisiknya yang lemah membuat bocah mungil itu tidak kuat hingga kritis dan akhirnya meninggal dunia. Polisi langsung mengusut kasus tersebut, setelah melakukan proses penyelidikan, akhirnya didapatkan pelakunya yakni ayah RI yang bernama Sunoto.

Peristiwa ini juga menimpa bocah berusia lima tahun yang menjadi korban tindakan bejat pria yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Kasus ini terungkap, setelah orangtua korban melapor ke unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Timur pada Kamis 21 Febuari 2013 lalu.

Pelakunya yakni seorang anggota Brimob beriniial E dan seorang kuli bangunan berinisial SA. Dari hasil visum di RS Polri, tidak ditemukan adanya tanda-tanda luka pada dubur korban.

Keluarga kemudian melakukan pemeriksaan ulang di RSCM dan hasilnya rumah sakit memastikan kalau F menjadi korban sodomi. Berdasarkan hasil visum itu, pada Jumat 22 Febuari 2013, keluarga membuat laporan ulang. Hanya berselang dua jam, penyidik menangkap E dan SA dari rumahnya di kawasan Ciracas, Jakarta Timur.

Kasus serupa yang menjadi perhatian publik yakni pencabulan yang dilakukan Wardoyo alias Ardo terhadap 15 bocah laki-laki di Depok. Kasus ini terkuak setelah orangtua korban melapor.

Orangtua mengetahui adanya pencabulan berkat cerita dari sang anak. Korban dibujuk dengan jajanan gratis hingga ditunjukkan video porno.

Dihadapan polisi, Ardo mengaku hanya mencabuli sembilan bocah yang rata-rata berusia di bawah sembilan tahun. Pria yang baru lima bulan menetap di Depok itu mengaku hasrat cabulnya itu muncul lantaran koleksi video mesum yang dimilikinya.

Dalam tiap aksinya, tersangka kerap mengajak korban ke warung miliknya yang ada di Perumahan Sektor Melati, Grand Depok City, Kecamatan Cilodong Depok. Di tempat itulah, tersangka menggauli para korbannya. Korban yang sudah diperiksa, yaitu, NS (9), AD (9), P (10), CY (10), MDA (8), MZ (9), SIR (9), dan ALS (11). (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya