Menebak Peta Koalisi Parpol untuk Hadapi Pemilu Presiden

Jusuf Kalla, Irman Gusman, Surya Paloh dan Aburizal Bakrie
Sumber :
  • Antara/ Saptono

VIVAnews - Pemilu parlemen telah usai. Sambil menunggu penghitungan resmi KPU, hasilnya sudah bisa ditebak lewat sejumlah hitung cepat.

Pilgub Sumut 2024, Edy Rahmayadi Ambil Formulir Pendaftaran ke PDI Perjuangan

Namun para partai politik tampak kurang puas dengan hasil pemilu legislatif kemarin karena hampir pasti tidak ada satu pun yang bisa langsung calonkan presiden pilihan masing-masing untuk Pemilu Juli mendatang setelah gagal meraup 25 persen dari total suara nasional. 

Kini harapan para peraih suara terbanyak - dalam hal ini PDIP dan Golkar - adalah mencari partai-partai yang bisa diajak bersekutu agar bisa calonkan Presiden dengan dukungan minimal 20 persen dari total kursi yang bisa mereka raih di DPR. Maka, parpol-parpol yang kemarin bersaing sengit pada Pemilu legislatif kemarin, kini berpotensi jadi mitra dalam satu koalisi untuk Pemilu Presiden 9 Juli mendatang.

Lika Liku Kehidupan Soesalit Djojoadhiningrat, Pasca Ibunda RA Kartini Meninggal Dunia

Lembaga survei Indo Barometer memprediksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tak akan mampu mengusung sendiri Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden.

Dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Jumat 11 April 2014, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari memprediksi PDIP hanya akan merebut 109 dari 560 kursi di DPR. Jika dipersentasekan, maka jumlah kursi itu tidak mencapai 20 persen kursi parlemen. Sementara syarat mengusung capres harus memperoleh minimal 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah nasional. Artinya, PDIP butuh berkoalisi.

Indo Barometer memprediksi PDIP dan Partai Golongan Karya diprediksi merebut mayoritas kursi di parlemen hasil pemilihan umum legislatif 2014.

Dari hasil perhitungan cepat yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies, PDIP memperoleh 19 persen suara sementara Golkar memperoleh 14,30 persen. Sementara perhitungan cepat yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting menunjukkan PDIP memperoleh 18,99 persen dan Golkar tetap memperoleh 14,30 persen. Setelah dirata-rata, hasil perhitungan kedua lembaga survei tersebut menunjukkan PDIP memperoleh 19 persen dan Golkar 14,30 persen.

Dari hasil perolehan suara tersebut, Indo Barometer memprediksi PDIP akan merebut 109 kursi diikuti Golkar dengan 83 dari 560 kursi di DPR.

Berbeda dengan Indo Barometer, Lingkaran Survei Indonesia Network memprediksi PDIP akan memperoleh sekitar 116 kursi di DPR RI. Artinya dalam prosentase, PDIP mencapai 20 persen kursi, sebagai salah satu syarat untuk mengusung calon presiden.

Tiga poros


Peneliti LSI Network Adjie Alfaraby mengatakan, berdasarkan hasil analisis hitung cepat Pemilu Legislatif 2014, diprediksi hanya akan ada 3-4 poros koalisi partai yang lolos mengajukan calon presiden pada pertarungan Pemilihan Presiden 9 Juli 2014.

Tiga pemimpin poros koalisi itu kemungkinan adalah PDIP, Golkar, dan Gerindra sebagai tiga besar partai pemenang pemilu dengan perolehan suara nasional 11-19 persen. Partai Gerindra diperkirakan akan mengumpulkan suara dari partai-partai kecil.

“Kalau ada poros koalisi keempat, itu bisa saja koalisi partai-partai Islam atau poros koalisi Demokrat,” kata Adjie.

Video Honda HR-V Parkir di Jalan Sempit, Bikin Macet dan Sulit Dilewati

Menurutnya, Demokrat masih berpotensi memimpin koalisi. Demokrat berada di posisi keempat dengan suara sekitar 9,37 persen.

Jaringan Suara Indonesia juga memprediksi hanya ada tiga pasangan yang akan bertarung dalam pilpres pada Juli 2014 mendatang. Kondisi ini disebabkan perebutan suara yang begitu ketat pada pemilu legislatif lalu.

"ARB, Jokowi, dan Prabowo. Dari ketiganya ARB menjadi kunci dari Pilpres mendatang," kata Direktur Riset JSI Eka Kusmayadi.

Indo Barometer juga memprediksi peta koalisi Pemilihan Presiden 2014 akan mengerucut pada tiga poros calon presiden, yakni poros Jokowi, poros Aburizal Bakrie, dan poros Prabowo Subianto. Ketiganya adalah capres yang diusung oleh partai tiga besar pemenang pemilu legislatif –PDIP, Golkar, dan Gerindra.

Poros Jokowi sudah tentu dipimpin oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Partai-partai lain yang berpotensi bergabung ke dalam poros ini adalah Partai Amanat Nasional pimpinan Hatta Rajasa, Nasdem pimpinan Surya Paloh, dan Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Muhaimin Iskandar.

“PDIP-PAN sudah menggelar pertemuan delegasi tingkat tinggi. Hatta Rajasa berpotensi menjadi calon wakil presiden Jokowi. Ia merepresentasikan Muhammadiyah,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari, dalam pesan tertulis yang diterima VIVAnews, 10 April 2014.

Potensi bergabungnya Nasdem ke poros Jokowi didasarkan pada hubungan baik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Surya Paloh. Nasdem dan PDIP telah melakukan sejumlah pertemuan sejak sebelum pemilu legislatif.

November 2013 misalnya, Nasdem berkunjung ke kantor PDIP di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Sehari setelah pileg, petinggi PDIP pun menjumpai Surya Paloh di kantor Nasdem, Jakarta Pusat (Baca selengkapnya, )

Poros Jokowi ini pun amat mungkin mengincar PKB karena partai itu merepresentasikan pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama. Perolehan suara PKB pada pileg kali ini pun melejit ke posisi lima berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, di kisaran 9 persen.

Prabowo

Di poros Prabowo, Gerindra menjadi pemimpin koalisi. Partai-partai yang berpotensi bergabung di poros ini adalah Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Suryadharma Ali, Partai Demokrat pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, dan Partai Hanura pimpinan Wiranto. Meski demikian, itu baru kemungkinan.

Ketua Umum PPP Suryadharma Ali telah menyatakan dukungan terbuka pada Prabowo dalam kampanye Gerindra di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 23 Maret, meski akhirnya dukungan itu justru berbuah pertentangan di internal PPP. (Baca selengkapnya: )

Demokrat pun bukan tak mungkin bergabung ke poros Prabowo. Pada tahun 2013, Susilo SBY dan Prabowo Subianto bertemu di Istana Negara. “Demokrat bisa mengusulkan Pramono Edhie atau Gita Wirjawan sebagai wapres Prabowo,” ujar Qodari. Pramono yang mantan KSAD dan Gita yang mantan Menteri Perdagangan itu merupakan peserta konvensi capres Demokrat.

Soal kemungkinan Hanura bergabung dengan poros Prabowo, Indo Barometer menyatakan mendengar isu Hary Tanoe –yang sebelum Pemilu dipasangkan sebagai cawapres Wiranto– bisa menjadi cawapres Prabowo. Namun hal ini belum jelas dan Wiranto diperkirakan tak akan setuju dengan ide itu.

ARB

Golkar akan memimpin poros ARB. Partai-partai yang menurut Indo Barometer berpotensi bergabung dalam poros ini adalah Partai Keadilan Sejahtera pimpinan Anis Matta, Partai Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

PKS diperkirakan cukup menarik bagi Golkar. Meski perolehan suara partai itu hanya di kisaran 6 persen, namun cukup untuk menutupi kekurangan suara Golkar sebagai syarat mengajukan capres dan cawapres. “PKS menarik karena dianggap punya mesin politik solid dan terbukti mampu bertahan dari ‘badai LHI’,” kata Qodari.

Badai LHI yang dimaksud Qodari adalah kasus suap pengurusan kuota daging sapi impor di Kementerian Pertanian yang menjerat mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Kasus itu termasuk salah satu kasus korupsi yang menghentak tanah air karena menimpa pucuk pimpinan partai politik.

Sementara kemungkinan bergabungnya Demokrat dalam poros ARB dilandaskan pada hubungan baik antara kedua ketua partai, ARB dan SBY. “Ada juga potensi bagi Pramono Edhie atau (Gubernur Jawa Timur) Soekarwo untuk digandeng menjadi cawapres ARB,” ujar Qodari.

Dalam hal PKB, suara NU di Jawa Timur tetap menjadi pertimbangan penting. Menurut Indo Barometer, kader-kader utama PKB seperti Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, atau Khofifah Indar Parawansa potensial menjadi cawapres ARB. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya