Dugaan Suap ATM Goyang Bank Pelat Merah

Securities and Exchange Commission US
Sumber :
  • USA Today

VIVAnews - Industri perbankan Tanah Air diterpa isu tak sedap. Beberapa pejabat bank pemerintah di Indonesia diduga terlibat suap pengadaan mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Dugaan bermula dari laporan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (US Securities and Exchange Commission) yang menyebutkan bahwa produsen mesin ATM dan sistem keamanan, Diebold Inc, melanggar Undang Undang Praktik Korupsi di Luar Negeri (Foreign Corrupt Practices Act). 

Diebold yang berbasis di Ohio, AS, dinilai telah menyuap pejabat bank-bank milik pemerintah dengan pemberian pesiar perjalanan untuk memenangkan transaksi bisnis. Berita soal ini ramai dilansir media massa, Kamis 24 Oktober 2013. 

SEC menuduh bahwa anak perusahaan Diebold di China dan Indonesia menghabiskan dana sekitar US$1,8 juta untuk biaya perjalanan, hiburan, dan hadiah lainnya yang tidak pantas bagi pejabat senior bank kedua negara itu. Pejabat bank itu dinilai memiliki kewenangan mempengaruhi keputusan perbankan. 

Pejabat bank pemerintah di kedua negara itu diduga dibiayai untuk melakukan perjalanan gratis ke tujuan wisata populer di Amerika Serikat dan Eropa. Biaya pengeluaran Diebold itu dicatatkan dalam pembukuan perusahaan sebagai biaya pelatihan yang sah.

Bahkan, menurut laporan SEC itu, anak perusahaan Diebold di China juga memberikan hadiah uang tunai tahunan berkisar US$100 hingga US$600 kepada puluhan pejabat bank pemerintah negara itu. Selain di China, SEC pun menuduh Diebold memalsukan pembukuan dan menyembunyikan catatan pengeluaran sekitar US$1,2 juta untuk keperluan suap kepada karyawan di bank-bank swasta di Rusia.

Terkait laporan SEC itu, Diebold setuju untuk membayar denda lebih dari US$48 juta guna menyelesaikan tuduhan SEC itu. Perusahaan juga akan menyelesaikan permasalahan hukum lainnya yang diumumkan Departemen Kehakiman AS, untuk menunda penuntutan selama tiga tahun. "Suap adalah suap. Apakah itu setumpuk uang tunai atau semua biaya perjalanan ke Eropa," kata Scott W. Friestad, Associate Director pada Divisi Kepatuhan SEC dalam keterangan tertulisnya. 

"Perusahaan-perusahaan publik harus bertanggung jawab ketika mereka melanggar hukum untuk mempengaruhi pejabat pemerintah dengan pembayaran yang tidak tepat atau hadiah," ujarnya.

Menurut pengaduan SEC yang diajukan kepada Pengadilan Federal di Washington DC, pelanggaran yang dilakukan Diebold terjadi pada periode 2005-2010. Pejabat bank pemerintah yang diduga terlibat suap di antaranya menikmati perjalanan wisata ke Grand Canyon, Napa Valley, Disneyland, dan Universal Studios serta Las Vegas, New York City, Chicago, Washington DC, dan Hawaii.

Para pejabat bank itu, berdasarkan laporan SEC, juga berlibur ke Eropa. Misalnya, delapan pejabat di sebuah bank milik pemerintah di China menikmati perjalanan dua pekan dengan biaya Diebold ke Paris, Brussels, Amsterdam, Cologne, Frankfurt, Munich, Salzburg, Wina, Klagenfurt, Venice, Florence, dan Roma.

Tujuan lain dari plesiran para pejabat bank itu, menurut laporan SEC, termasuk Australia, Selandia Baru, dan Bali. Secara total, Diebold telah menghabiskan biaya sekitar US$1,6 juta untuk menyuap pejabat bank milik pemerintah di China, dan lebih dari US$147 ribu atau sekitar Rp1,6 miliar bagi pejabat bank pemerintah di Indonesia.

Sementara itu, dugaan suap kepada pejabat bank di Rusia sekitar US$1,2 juta oleh anak perusahaan Diebold di Rusia dilakukan selama periode 2005-2008. Uang sogokan itu disalurkan melalui distributor di Rusia menggunakan kontrak layanan palsu untuk menyembunyikan dan memalsukan pencatatan sebagai pengeluaran bisnis yang sah.

Terkait kasus itu, Diebold setuju untuk membayar US$22,9 juta dan menunjuk pengawas kepatuhan independen guna menyelesaikan tuntutan SEC. Diebold juga siap menerima putusan akhir yang secara sah diduga melanggar Pasal 30A, 13 (b) (2) (A) dan 13 (b) (2) (B) dari Securities Exchange Act of 1934.

Bocoran Hasil Pertemuan Jokowi dengan Prabowo-Gibran di Istana

Perusahaan jasa layanan ATM itu juga setuju untuk membayar tambahan denda US$25,2 juta dalam persidangan pidana paralel.

Diebold didirikan pada 1859 dan memiliki reputasi kuat pada sistem keamanan perbankan. Selama bertahun-tahun, perusahaan terus bertumbuh untuk meningkatkan layanan di bidang jasa keuangan.

Bank BUMN membantah
Dugaan keterlibatan pejabat bank pemerintah dalam kasus suap Diebold itu langsung dibantah bank-bank BUMN di dalam negeri. Manajemen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia Tbk menegaskan bahwa perseroan tidak terlibat dengan dugaan suap itu.

Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia, Sofyan Basir, memastikan banknya tidak terlibat dalam kasus suap tersebut. "Sejak 2007, kami tidak lagi pakai ATM Diebold, jadi pengadaan itu pasti sebelumnya. Mudah-mudahan ini cukup clear masalahnya," kata Sofyan di Jakarta, Rabu 23 Oktober 2013.

Sofyan tengah menyiapkan berbagai langkah untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut. Ia pun tidak keberatan jika karyawannya dimintai keterangan.
"Mudah-mudahan tidak ada (keterkaitan BRI dengan Diebold). Sepengetahuan kami, sampai hari ini tidak ada," tegasnya. 

Sementara itu, Wakil Direktur Utama BNI, Felia Salim, menegaskan perseroan sama sekali tidak terlibat skandal suap pengadaan mesin ATM produksi Diebold. "Pemberitaan itu tidak benar, kami sangat keberatan," kata Felia, Kamis 24 Oktober 2013.

Bahkan, Felia telah melayangkan surat keberatan kepada SEC. Ia pun berharap, permasalahan ini segara diluruskan. Tidak hanya itu, dia menyatakan bahwa karyawan BNI tidak pernah melakukan plesiran dengan uang hasil suap seperti yang ramai diberitakan belakangan ini. "Surat keberatan ini kami sampaikan supaya SEC selaku Bapepamnya AS mengoreksi pernyataannya," tegasnya.

Selain itu, menurut Felia, pemberitaan yang beredar telah merugikan industri perbankan Indonesia. "Ini benar tidak bagus untuk Indonesia. Satu sen pun kami tidak ada (uang suap)," ungkapnya. Sementara itu, Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), Irman A Zahiruddin, enggan berkomentar mengenai pemberitaan itu. "Jangan tanya soal ATM, dan tiga bank BUMN ya," tegasnya. 

Felia menambahkan, mekanisme pengawasan di BNI sudah sangat baik. Dari segi manajemen risiko hingga tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG). Pengawasan yang baik itu dapat dilihat dari kinerja perseroan. Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) telah terjaga dengan baik. "Setelah krisis 1998, pengawasan sangat ketat, NPL kami terus menurun, likuiditas aman," tegasnya.

Selanjutnya, Irman mengungkapkan, sistem pengawasan bank BUMN dipastikan terintegrasi dengan baik. Terutama, dari sisi tata kelola perusahaan dan kinerja. "Secara umum sudah sangat bagus, dari indikator GCG hingga performa suatu bank," ujarnya. Terkait pengawasan di BTN, ia menjelaskan, setiap bulan, perseroan selalu melakukan audit dengan lembaga terkait, seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Bank Indonesia. "Kami ada laporan bulanan. Jika ada temuannya, pasti akan kami tindaklanjuti," kata Irman.

Menteri BUMN, Dahlan Iskan, juga telah menyatakan BNI tidak terlibat. Namun, dia tetap meminta bank BUMN lain melaporkan dugaan suap ATM itu. "Saya sudah meminta laporan dari bank-bank BUMN. Ternyata, BNI tidak (terlibat). BNI tidak menggunakan jasa itu," kata dia.

Kementerian BUMN, lanjutnya, telah meminta bank pelat merah lainnya, seperti Bank Rakyat Indonesia dan Bank Mandiri untuk menindaklanjuti kasus ini. Selain itu, dia mengingatkan bahwa yang disebut Komisi Sekuritas dan Bursa AS adalah bank pemerintah.

"Mereka tidak menyebutkan bank BUMN ya. Ini yang harus diperhatikan. Ternyata, yang disebut bank pemerintah itu termasuk di dalamnya BPD (Bank Pembangunan Daerah)," tutur Dahlan. "Yang BPD, saya tidak berwenang".

Jelaskan ke publik

Terkait kasus dugaan suap itu, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, meminta bank pelat merah untuk memberikan penjelasan detail. "Tolong ditanyakan kepada masing-masing bank tentang dugaan suap itu. Kalau memang ada berita resmi dari SEC di AS, bank harus membuat keterbukaan informasi kepada publik," kata Agus, Kamis 24 Oktober 2013.

Menurut Agus, BI akan meminta satuan pengawas internal bank untuk terus berkoordinasi dengan bank sentral. Jika ada informasi tambahan, BI segera menindaklanjuti.

Kendati demikian, dia menambahkan, BI belum memastikan untuk memanggil pejabat bank BUMN yang diduga terlibat kasus suap ATM itu. "Kalau ini cukup koordinasi dengan pengawasan (internal bank), karena ini bisa saja terjadi. Kami berprasangka baik dulu, tapi minta supaya ini dijelaskan," ujar Agus.

Agus kemudian menjelaskan mengenai pengadaan mesin ATM selama 2005 hingga 2010 tersebut. Sebab, pada periode tersebut, dia masih menjabat sebagai direktur utama Bank Mandiri. "Saya di Mandiri dari tahun 1998-2002 dan 2005-2010. Jadi, kalau yang terkait dengan ini, tentu harus dilihat dulu," tuturnya.

Namun, mantan Menteri Keuangan ini meyakini sistem yang berlaku di bank telah dilakukan dengan tertib. Meskipun, terkait kasus ini, dia mengatakan, harus dilihat lebih rinci bagaimana latar belakangnya.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi A. Johansyah, menambahkan, BI segera meminta penjelasan dari manajemen bank pelat merah terkait kasus dugaan suap itu.  "Kami akan minta penjelasan dari bank-bank BUMN," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi A. Johansyah, Kamis 24 Oktober 2013.

Difi melanjutkan, upaya yang akan dilakukan BI ini terutama terkait dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik di industri perbankan. Namun, Difi mengaku baru mengetahui kasus ini setelah hangat dibicarakan media.

"Kami baru tahu kasus ini, nanti akan kami lihat lebih jauh," ujarnya.

Ilustrasi parenting/orangtua dan anak.

Waspadai Pergaulan Bebas Anak: Kenali Dampak dan Tips Pencegahannya

Di era modern ini perkembangan teknologi dan informasi yang pesat membawa pengaruh besar bagi kehidupan termasuk bagi anak-anak yang bisa saja terjerumus pergaulan bebas

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024