Obituari Mun'im Idries

Perginya Sang Dokter Forensik

Abdul Mun'im Idris Saksi Ahli Pada Sidang Lanjutan PK Antasari Azhar
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Namanya selalu muncul di sejumlah peristiwa pembunuhan kakap. Mulai dari sederet korban sodomi Robot Gedhek hingga pembunuhan akitivis HAM, Munir. Hampir semuanya kasus yang menyedot perhatian publik.

Bosan Pintu Cokelat? Coba 4 Warna Cerah Ini Biar Rumah Makin Aesthetic

Bahkan, namanya juga kerap dibicarakan karena berhasil mengungkap kasus yang melibatkan pejabat negara. Salah satu yang tak terlupakan adalah suaranya yang lantang. Ia kerap membuka tabir yang tak banyak diketahui publik.

Dialah dr. Abdul Mun'im Idries, SpF. Pria kelahiran Pekalongan, 25 Mei 1947, yang hidupnya didedikasikan untuk mencari identitas mayat, tentunya mayat yang berkaitan dengan hukum dan peradilan.

Masih ingat kasus Ditje Budimulyono? Model cantik yang tewas dengan luka tembak pada 1986. Atau kasus Marsinah, buruh pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang tewas mengenaskan setelah tiga hari diculik?

Deretan kasus-kasus besar ini pernah ditangani si ahli forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini. Ia berhasil mengungkap kasus, yang menurut dia, seperti dimuat dalam abdulmunimidries.blogspot.com sebagai kasus-kasus kardinal.

Ditje Budimulyono adalah model cantik yang tewas ditembak pada 1986. Kasusnya menyita perhatian publik, karena sempat dikaitkan dengan keluarga Cendana. Polisi menangkap Pak De sebagai pelakunya. Kasus ini pun dibuka kembali pada 2002, setelah ada penemuan baru alias novum bahwa di tubuh Ditje ada proyektil lain, selain kaliber 22 SNW yang pernah diumumkan sebelumnya.

Lektor pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik FKUI ini juga turut menangani Kasus Petrus atau penembakan misterius. Kasus ini marak pada era 1982-1985. Korbannya kebanyakan orang-orang yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban.

Kasus pedofil dengan tersangka Robot Gedhek juga ditanganinya. Gedhek yang memiliki nama asli Siswanto membunuh sadis sedikitnya 12 anak jalanan Jakarta. Korban kebanyakan diambil beberapa organ dalamnya. Dalam kasus ini, Mun'im juga menemukan korban-korban disodomi sebelum akhirnya dibunuh.

Dokter yang sejak kecil suka membaca komik pembunuhan ini juga menyelidiki kasus Marsinah. Buruh pabrik arloji di Sidoarjo ini terkenal kritis saat menyuarakan ketidakadilan yang dialami pekerja. Marsinah diculik tiga hari, dan kemudian ditemukan sudah tak bernyawa.

Dan masih banyak lagi kasus lain yang tak kalah hebat, seperti kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmitha yang melibatkan Tommy Soeharto.

Soekarno Hingga Munir
Pengalaman-pengalaman forensik Mun’im ditulis dalam satu buku Indonesia X Files: Mengungkap Fakta Kematian Bung Karno sampai Munir. Dalam buku ini, Mun’im berpendapat, Soekarno meninggal karena pembiaran negara terhadapnya.

Pada akhir hidupnya, Proklamator RI itu diasingkan pemerintah Orde Baru di Istana Bogor. Pribadi Soekarno yang amat dinamis dan aktif mendadak terkungkung hanya di balik tembok Istana. Perubahan suasana bagi Soekarno itu diduga amat fatal berimbas pada kesehatannya.

“Kondisi kesehatan yang jelek dan tidak mendapat perawatan yang seharusnya, tidak adanya atensi, serta pudarnya eksistensi, merupakan penjelasan yang rasional atas kematian Bung Karno,” tulis Mun’im.

Heboh Aksi Pedagang Buang Puluhan Ton Buah Pepaya, Ternyata Ini Penyebabnya

Dengan kata lain, lanjutnya, perlakuan Orde Baru terhadap Bung Karno sedikit-banyak punya andil atas kematiannya. Mun’im sendiri tidak pernah melakukan pemeriksaan forensik atas jasad Soekarno. Ia mendasarkan analisisnya terhadap berbagai berita di media massa.

Meskipun Soekarno di akhir hidupnya memang sakit-sakitan, tapi sakit fisik itu hanyalah penyebab kecil. “Penyebab utama kematiannya karena dia diisolir dari bangsanya sendiri,” ujarnya.

Sedangkan soal Munir, ia terlibat karena diminta Polri turut menyelidiki kematian aktivis hak asasi manusia yang hingga kini belum terungkap.

Ia sempat terkejut ketika mengetahui pemilik nama asli Munir Said Thalib ini diracun dengan arsenik hingga meninggal sangat cepat. “Cara membunuh dengan arsenik sangat pintar. Hingga kini belum diketahui persis bagaimana cara si pembunuh mencekoki Munir dengan arsenik sehingga dia meninggal,” kata Mun’im saat peluncuran bukunya di Perpustakaan Universitas Indonesia, Depok, 27 Juni lalu.

Munir tewas di usia yang cukup muda, 38 tahun, di pesawat Garuda Indonesia dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam, 7 September 2004. Munir yang terbang ke Belanda untuk melanjutkan studi S2 bidang hukum di Universitas Utrecht, tak pernah sampai ke negeri kincir angin itu. Ia tewas di langit Rumania.

Ketika itu polisi meyakini Munir diracun di dalam pesawat. Polisi sempat menyimpulkan bahwa racun arsenik yang menyebabkan Munir terbunuh, dimasukkan ke dalam mi goreng yang disajikan untuk Munir di pesawat. Hakim malah berpendapat racun itu dituangkan ke dalam jus jeruk yang diminum Direktur Eksekutif Imparsial itu.

Namun, Mun’im membantah teori arsenik dimasukkan ke dalam jus, karena arsenik pasti mengendap dalam air dingin, bukannya larut. Efek arsenik pun, setelah melalui rangkaian tes, baru bisa dirasakan dalam 30 menit. Berpatokan pada itu, penyelidikan kembali dilakukan dan diambil kesimpulan baru bahwa Munir tidak diracun di atas pesawat, melainkan di Bandara Changi, Singapura.

Di Changi, Munir diketahui diajak minum di Coffee Bean oleh sang pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto. Selanjutnya, setelah mengumpulkan informasi, diketahui lebih lanjut bahwa Munir mengeluh sakit perut dan meminta obat maag. Sampai akhirnya Munir muntah, kejang-kejang, dan meninggal di atas pesawat.

Pollycarpus yang sebelumnya sempat dibebaskan oleh Mahkamah Agung pun akhirnya ditahan kembali dan divonis 20 tahun penjara. Mun’im ketika itu mengkritik Tim Pencari Fakta  kasus Munir yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut Mun’im TPF tidak serius bekerja. Indikasi ketidakseriusan itu, katanya, terlihat pada rapat pertama TPF yang dipimpin oleh Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri. “Sangat tidak nyambung, karena kasus Munir ini perkara pembunuhan, bukan korupsi,” kata dia.

Dituduh Palsukan Visum
Sebagai ahli forensik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, ia juga kerap mengungkap kasus-kasus pembunuhan lewat kesaksiannya di pengadilan. Namun, kesaksiannya tak selalu dianggap benar.

Kuasa hukum debt collector Citibank, misalnya, pernah melaporkannya ke Polda Metro Jaya. Pengurus Ikatan Dokter Indonesia ini dituduh memalsukan surat yang dijadikan barang bukti dalam kasus kematian Irzen Octa di Ruang Cleo, kantor Citibank, di Menara Jamsostek, Jakarta.

Mun'im dilaporkan ke Polda pada 1 November 2011 oleh Luthfie Hakim, kuasa hukum terdakwa pembunuh Irzen Octa. Mun'im dianggap telah melakukan otopsi ulang korban tanpa ada persetujuan dari penyidik selaku lembaga negara yang memiliki kewenangan terhadap kasus tersebut.

Otopsi ulang itu atas permintaan keluarga dan kuasa hukum Irzen Octa, karena visum ahli forensik RSCM dr Ade Firmansyah , yang ditunjuk penyidik Polres Jakarta Selatan, dianggap bertolak belakang. Antara otopsi dan opini dianggap saling bertentangan.

Mun'im pun, dalam visum ulang itu menyalahkan kesimpulan laporan pemeriksaan dr. Ade Firmansyah. Karena inilah Mun'im dituduh membuat laporan visum palsu.

Namun, bukan Mun'im kalau takut. Ia menganggap enteng atas tuduhan itu. "Bodo amat dengan laporan itu. Mereka bicaranya di media massa. Bukan di persidangan," kata Mun'im, kala itu.

Kini, Mun'im, 66 tahun, telah tiada. Kanker pankreas telah menggerogiti tubuhnya, hingga membawa kematian pada Jumat dini hari, 27 September 2013. Sang dokter forensik itu telah pergi.

Sejarah Tercipta Thomas Cup dan Uber Cup, Sempat Tertunda Gegara Perang Dunia II
Skuad Indonesia di Thomas Cup 2024

Thomas Cup dan Uber Cup Kobarkan Semangat Atlet Jelang Olimpiade 2024

M. Fadil Imran mengatakan partisipasi Indonesia dalam Thomas Cup dan Uber Cup tahun ini menjadi momen penguatan semangat para atlet menjelang Olimpiade 2024.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024