Di Balik Isyarat Damai Iran ke Amerika Serikat

Demonstrasi LSM anti Iran di depan markas PBB New York
Sumber :
  • REUTERS/Eduardo Munoz
Ketua Umum Projo Isyaratkan Mesti Ada Parpol di Luar Pemerintahan Prabowo-Gibran

VIVAnews - Jabat tangan yang ditunggu-tunggu dan diprediksi akan jadi peristiwa bersejarah itu tidak pernah terjadi. Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Presiden Iran tidak melakukan kontak fisik apapun saat sama-sama ada di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Padahal, jabat tangan akan jadi simbol penting penanda usainya seteru kedua negara selama 35 tahun. Jabat tangan terakhir antara pemimpin kedua terjadi pada tahun 1977, saat Presiden Jimmy Carter bertemu Shah Iran.

Ini Deretan Menteri Jokowi yang Hadir di KPU Saksikan Penetapan Prabowo Presiden

Pada acara makan malam yang digelar oleh Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon dan dihadiri 160 kepala negara, Rouhani malah melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Prancis Francois Hollande.

Rakyat Iran berharap banyak dari pertemuan keduanya. Harapan ini muncul menyusul kian akrabnya Obama dan Rouhani yang belakangan diketahui saling berkirim surat.

Belajar dari Wanita Ngamuk ke Dishub karena Digembok Mobilnya, Pahami Aturan Parkir di Jalan

Kepada CNN, Rouhani beralasan tidak bertemu Obama karena sulit mencocokkan waktu. Kendati tidak bertemu, namun Rouhani menegaskan bahwa atmosfirnya sekarang telah berubah. Iran sekarang menurutnya, "menginginkan era baru dalam berhubungan dengan seluruh masyarakat di dunia."

Berpidato di Majelis Umum PBB, Obama mengatakan bahwa mereka akan mencoba jalan diplomatik dalam mengatasi masalah dengan Iran, yaitu nuklir. Obama menegaskan bahwa sikap diplomatik akan mereka ambil, namun ketegasan tetap akan melandasi setiap keputusan AS.

Dia menggarisbawahi, AS tetap akan mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir, sembari mengingatkan bahwa masalah ini tidak akan selesai dalam semalam.

"Penghalangnya mungkin sangat besar, tapi saya dengan tegas meyakini bahwa jalur diplomatis harus coba dijalani. Kami tidak menuntut adanya perubahan rezim, dan kami menghargai keinginan rakyat Iran untuk mengakses energi nuklir," ujar Obama.

Rouhani dalam pidato perdananya di mimbar PBB menjawab tantangan Obama ini. Dia menegaskan siap akur dengan Obama dan bekerja sama mencari solusi permasalahan ini. Dia berkata, kedua negara harus membangun kerangka untuk mengatasi perbedaan. Dia juga mewanti-wanti AS untuk tidak termakan hasutan dari kelompok-kelompok pecinta perang.

"Mulai hari ini, berada di pijakan yang sama, saling menghargai dan mematuhi prinsip hukum internasional harus melandasi setiap interaksi. Tentu saja kami berharap adanya suara yang konsisten dari Washington," lanjutnya lagi.

Pidato Rouhani ini mendapatkan acungan jempol karena berhasil menghancurkan stigma horor yang ditampilkan pendahulunya, Mahmoud Ahmadinejad. Sebelumnya setiap kali berpidato, Ahmadinejad selalu mengundang permusuhan dengan mengatakan bahwa pembantaian Yahudi oleh Nazi atau holocaust adalah sejarah palsu, 9/11 adalah ulah orang dalam, dan negara Yahudi harus dimusnahkan.

Biasanya, jika Ahmadinejad bicara, bisa dipastikan delegasi Kanada, Israel dan AS akan walkout. Namun yang sebaliknya terjadi pada Rouhani, kendati dia masih menyatakan tetap pada posisi yang diambil pendahulunya soal senjata nuklir.

"Senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya tidak punya tempat di doktrin keamanan dan pertahanan Iran, serta bertolak belakang dengan keyakinan dasar beragama dan etis kami," kata Rouhani yang baru menjabat Agustus lalu, dilansir Reuters.

Tidak ingin kehilangan momen, Obama lantas memberikan mandat pada Menteri Luar Negeri John Kerry untuk mulai bekerja merintis solusi diplomatis dengan Iran. Kerry pada Kamis waktu setempat akan bertemu dengan Menlu Iran Javad arif dan menlu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman, bernegosiasi soal program nuklir Iran.

Sahabat Pena

Obama dan Rouhani memang belum bertemu secara langsung. Namun keduanya telah aktif berkirim surat. New York Times dalam artikelnya bahkan menyindir Obama "telah memiliki sahabat pena di Iran".

Langkah ini dirasa efektif karena AS dan Iran tidak memiliki hubungan diplomatis. Surat pertama Obama dilayangkan usai Rouhani terpilih pada Juni lalu. Surat-surat berikutnya dikirim kemudian. Kepada NBC News, Rouhani mengatakan bahwa nada pada surat Obama "positif dan konstruktif". Dia menambahkan, "Ini akan menjadi langkah halus dan kecil untuk masa depan yang sangat penting."

Obama kepada stasiun tv berbahasa Spanyol Telemundo Selasa lalu mengatakan bahwa dari balasan suratnya, Rouhani "adalah seseorang yang menginginkan dialog terbuka dengan Barat dan Amerika Serikat, dalam cara yang tidak pernah kita lihat di masa lalu. Jadi kita harus mengujinya."

Memang ini bukan kali pertama Obama berkirim surat dengan Iran, namun ini adalah yang pertama dia mengirimnya untuk presiden Iran. Sebelumnya, saat pertama kali terpilih, Obama mengirim surat pada Ayatollah Khamanei, mengajukan babak baru hubungan diplomatis. Surat itu dimentahkan.

Korespondensi Obama dengan Iran terputus saat kerusuhan terjadi di Teheran pasca terpilihnya kembali Ahmadinejad. Setelah itu, hubungan kedua negara semakin renggang.

Gedung Putih menolak membeberkan isi surat dari Obama kepada Rouhani. Tapi pejabat senior AS mengatakan bahwa surat itu mencerminkan penilaian Obama terhadap pria lulusan Skotlandia itu, yang menurutnya "tidak bisa dianggap enteng".

Kantor berita di Iran menuliskan, dalam surat itu Obama ingin memulai kembali hubungan diplomasi, meringankan sanksi-sesuai dengan jalannya perundingan, dan permintaan diskusi langsung antara Washington dan Teheran, terutama soal nuklir.

Skeptis

Kendati pendekatan Rouhani dipandang optimis oleh berbagai pihak, namun hal ini tidak bisa memuaskan semua orang. Beberapa kalangan memandang skeptis akan adanya perubahan pada posisi diplomasi Iran.

Di kalangan pemerintah AS, ada Senator Partai Republik, yaitu John McCain, Lindsey Graham dan Kelly Ayotte yang kerap memberikan wejangan pada Obama untuk tidak percaya begitu saja pada Iran. Menurut mereka, AS perlu memastikan dulu motivasi sesungguhnya dari negara Syiah itu.

"Kita perlu pendekatan diplomatik dengan mata yang terbuka, dan kita tidak boleh membiarkan Iran menjadikan diplomasi sebagai alat untuk menunda dan membantah," kata mereka.

Keraguan juga datang dari musuh terbesar Iran, yaitu Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa dalam pidatonya Rouhani terlihat sinis dan ingin mengulur waktu demi mengembangkan senjata nuklir.

"Itu adalah pidato yang sinis dan penuh kemunafikan. Dalam pidato itu, tidak ada saran praktis untuk menghentikan program nuklir Iran dan komitmen memenuhi keputusan Dewan Keamanan," ujar Netanyahu.

Hal yang sama disampaikan para pengamat. Walaupun Rouhani memperlihatkan itikad baik dengan membebaskan 11 tahanan politik penting jelang sidang PBB, namun dia tidak akan membuka pintu lebar-lebar untuk perubahan di Iran.

Ahli Iran, Anoush Ehteshami dari Durham University di Inggris kepada Radio Free Europe, mengatakan bahwa sistem politik Iran yang masih tunduk pada kepemimpinan Khamanei tidak akan bisa berubah. Jika ada perubahan, maka akan mengancam posisi Khamenei sebagai pemimpin spiritual tertinggi Iran.

Rouhani sendiri adalah seorang ulama, dia paham betul soal hal ini. "Jelas, semakin lebar pintu terbuka, semakin banyak tuntutan yang masuk. Dan Rouhani sangat berhati-hati untuk tidak menjanjikan yang muluk-muluk. Dia berhati-hati setiap saat-soal ekonomi, soal budaya-dia mengatakan, 'Kami tidak bisa melampaui batasan sistem yang ada'," kata Ehteshami.(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya