Indonesia Belum Mampu Samakan Awal Ramadan

Menteri Agama Suryadharma Ali pimpin sidang Isbat
Sumber :
  • ANTARA/Ismar Patrizki

VIVAnews - Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Ramadan 1434 Hijriah jatuh pada Rabu 10 Juli 2013. Keputusan ini disampaikan Menteri Agama Suryadharma Ali setelah menggelar sidang Isbat di gedung Kementerian Agama, Jakarta, Selasa malam 8 Juli 2013.

Sidang dihadiri oleh tokoh organisasi Islam di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Dewan Masjid Indonesia, Sarekat Islam, Persatuan Umat Muslim Indonesia, Persatuan Umat Islam Tionghoa, Ikatan Dai Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, Persahabatan Ormas Islam.

Viral Seorang Remaja Jalan Puluhan Ribu Langkah demi Datang ke Masjid untuk Hal Ini

Beberapa perwakilan duta besar negara sahabat, pimpinan TNI, Polri dan Komisi VIII DPR juga hadir dalam sidang.

"Dengan mengucap Bismillahirohmanirohim, kami tetapkan bahwa 1 Ramadan 1434 Hijriah bertepatan dengan hari Rabu 10 Juli 2013," ucap Menteri Agama Suryadharma Ali sambil mengetuk palu sidang.

Keputusan ini diambil setelah memperoleh hasil pemantauan hisab dari Badan Hisab yang tersebar di 33 provinsi. Hasil laporan 36 pemantau hilal dari baadan tersebut, hampir seluruhnya menyatakan bahwa posisi hilal masih berada di nol derajat 38 menit.

Badan Hisab dan Rukyat Planetarium melaporkan, posisi hilal di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat, tingginya 0,65 derajat, jarak busur bulan-matahari 4,55 derajat, umur hilal 3 jam 35 menit 52 detik dan illuminasi hilal 0.18 persen. Sedangkan, awal Ramadan baru masuk jika hilal sudah mencapai 2 derajat.

10 Negara Ini Dicap Paling Malas Gerak Sedunia, Kok Bisa?
Perbedaan penentuan awal Ramadan terjadi karena menentukan posisi hilal berbeda-beda. Ada yang 6 derajat, ada yang 4 derajat, ada yang 2 derajat dan bahkan ada yang di bawah 2 derajat.

"Sedangkan posisi hilal pada hari ini adalah 0, 56 derajat. Jadi posisinya masih sangat jauh dari 1 derajat. Oleh karena itu, pemerintah bersama-sama organisasi islam, menteri-menteri agama Asia Tenggara juga ormas-ormas Islam itu telah menetapkan bahwa hilal haruslah pada posisi 2 derajat," tuturnya.

Deretan Negara yang Ternyata Penduduknya Paling Cepat Meninggal di Dunia

Karena itu, Suryadharma menyarankan agar keputusan pemerintah memutuskan awal Ramadan menjadi pemersatu dari keputusan-keputusan yang berbeda.

"Akan tetapi apabila pada tahun ini, kebersamaan (awal Ramadan) belum bisa diwujudkan, pemerintah tidak akan berputus asa untuk terus melakukan dialog bagi mereka-mereka yang tetap berbeda."

Organisasi Islam yang Berbeda

Indonesia selalu menghadapi persoalan yang sama setiap tahunnya dalam menetapkan awal Ramadan. Ada dua metode yang biasa dilakukan dalam menentukan penanggalan Hijriah. Metode Hisab dan Rukyat.

Metode kalender berdasarkan hitungan ilmu pasti dinamakan Hisab. Metode Hisab ini selalu menjadi acuan ulama Muhammadiyah. Metode ini merupakan rangkuman pencatatan perputaran bulan dari hasil penglihatan peredaran bulan selama bertahun-tahun.

Sementara metode penginderaan bulan secara langsung disebut Rukyat. Metode ini biasa dilakukan oleh ulama Nahdlatul Ulama.

Melihat hilal atau bulan baru, bisa dilakukan dengan mata telanjang atau dengan teleskop sederhana yang diarahkan ke sudut perkiraan bulan. Rukyat dilakukan menjelang matahari terbenam. Apabila hilal terlihat, maka telah memasuki bulan baru Hijriah.

Muhammadiyah memastikan awal Ramadan 1434 Hijriah jatuh pada hari Selasa 9 Juli 2013. Hal ini ditegaskan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, Senin 8 Juli 2013. "Perbedaan awal Ramadan dan Syawal janganlah dibesar-besarkan, karena penetapan itu merupakan keyakinan masing-masing." 

Menurut DiA, dalam penetapan awal Ramadan dan satu Syawal, Muhammadiyah mendasarkan pada dalil syariat dan kaidah ilmiah. Selain itu, mereka juga mendasarkan pada metode hisab hakiki dengan dua kriteria.

Pertama, sudah terjadi ijtimak, atau konjungsi yaitu matahari dan bulan dalam garis lurus yang selalu terjadi sebagai tanda bulan berkahir. Kedua, sore harinya, matahari tenggelam, bulan masih ada di ufuk (horison). Berapa pun derajatnya itulah hilal.

Dia melanjutkan, konjungsi sudah terjadi sekitar pukul 14.00 WIB lewat 15 menit dan sekian detik yang lalu. Din mengklaim kondisi itu sudah diakui oleh seluruh data falakiah astronomi. "Terjadi konjungsi matahari lurus. Ini pertanda akhir bulan Syakban," katanya.

Metode yang digunakan Muhammadiyah mendasarkan pada dalil Al Quran dan hadis yaitu perintah untuk memperhatikan peredaran bulan, dan matahari. Ia menilai metode itu tidak akan ketemu dengan Rukyat yang dilakukan oleh Kementerian Agama. "Bagi Muhammadiyah, sesuatu yang tidak kelihatan itu bukan tidak ada. Kami berkeyakinan demikian," tuturnya.

Jemaah An-Nadzir di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, juga menetapkan awal Ramadan pada Selasa 9 Juli. Pimpinan An-Nadzir, Lukman, menuturkan pihaknya menetapkan awal puasa berdasarkan perputaran bulan dalam kalender Islam, yakni Syakban yang berakhir pada Senin 8 Juli sekitar pukul 14.00 Wita.

"Kami menetapkan awal puasa ini berdasarkan tanda-tanda alam sebagaimana yang telah dilakukan para pendahulu di zaman nabi," kata Lukman.

Jemaah yang identik dengan jubah hitam dan berambut gondrong itu memiliki metode dasar penetapan awal puasa yaitu, menggabungkan metode penghitungan bulan atau Rukyat dan dengan cara melihat hilal atau penampakan bulan.

"Insya Allah akan terjadi pergantian bulan pada hari Senin. Kira-kira pukul 14.00 Wita akan masuk pada garis astronomi, yang ditandai dengan pasang surut air laut," katanya.

Sementara itu, jemaah Tarekat Saman di Kota Padang Sumatera Barat sudah menjalankan ibadah puasa Senin 8 Juli. Pemimpin jemaah ini, Buya Safir, menuturkan, bahwa penentuan 1 Ramadan dilakukan dengan melihat bulan purnama pada bulan Syakban. "Kami menghitung 15 hari setelah bulan purnama pada bulan Syakban. Ketika itulah jatuhnya 1 Ramadan," jelasnya.

Menurutnya, pada kalender Hijriah, 1 Ramadan juga jatuh pada hari ini. Sementara itu, pengikut Tarekat Naqsabandiyah di Kota Padang, Sumatera Barat sudah mulai puasa sejak Minggu 7 Juli 2013. Tarekat ini menentukan 1 Ramadan menggunakan metode Hisab Munjid.


"Metode ini (hisab munjid) dibawa dari Makkah," kata Edizon, tokoh Naqsabandiyah, di Surau Baitul Makmur, Kecamatan Pauh Kota Padang kepada VIVAnews.

Edizon mengklaim, metode ini sudah digunakan sejak zaman Rasulullah. Keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama. "Bagi Naqsabandiyah, dalam satu tahun hanya ada 360 hari. Dalam satu bulan hanya ada 29 dan 30 hari. Tidak ada yang 31 hari dalam satu bulan," tutur Edizon.

Tarekat Naqsabandiyah juga memakai cara Rukhyatul Hilal yakni melihat bulan langsung di tempat yang tinggi tanpa alat bantu. Melihat bulan ini biasanya dilakukan sebelum Ramadan, tepatnya bulan Syakban.

Jemaah tarekat ini tersebar di berbagai daerah di Sumbar. Jumlah paling banyak berada di Kota Padang sekitar 8 ribu orang. Sementara, di Kabupaten Solok Selatan, Pesisir Selatan dan Pasaman tidak sebanyak jumlah di Kota Padang.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya