Pelajaran Hidup Tasripin, Bocah Miskin yang Biayai 3 Adik

Tasripin bersama 3 adiknya di rumah mereka.
Sumber :
VIVAnews - tak kuasa menahan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Bocah 13 tahun yang harus menanggung beban sebagai kepala keluarga untuk membiayai hidup tiga adiknya ini sedih sekaligus terharu. Tangannya gemetar saat menerima sebuah amplop coklat besar berisi lembaran uang tunai. Komandan Kodim 0701 Banyumas memeluk erat. Tangisnya meledak. Semakin menjadi. 
ISIS Tembaki 20 Pejuang Bersenjata Palestina hingga Tewas di Suriah

Jumat siang, 19 April 2013, mungkin. Dia tak pernah menyangka, orang nomor satu di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhyono, mengutus staf khususnya untuk memberikan bantuan kepadanya. Ya, amplop coklat itu titipan bantuan dari SBY.
Buntut Polemik Dana Pembangunan Masjid, Perilaku Buruk Masa Lalu Daud Kim Kini Mencuat

"Saya datang siang ini sebagai utusan presiden. Bantuan ini diharapkan dapat digunakan untuk melanjutkan sekolah dan mencukupi kebutuhan Tasripin. Pemerintah Provinsi diharapkan ikut memperhatikan nasib bocah ini," kata Haryanto, Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi.
4 Ban Mobil Toyota Avanza Hilang Dicuri Saat Parkir

Haryanto tak hanya mampir ke rumah untuk mengantarkan amplop layaknya kurir. Namun dia dan rombongan juga memantau kondisi rumah Tasripin yang kini sudah jauh berbeda ketimbang sebelumnya setelah diperbaiki.

Rumah papan yang pengap sudah menjadi lebih terang dan banyak ventilasi. Lantai juga sudah disemen ulang. Dinding rumahnya kini dicat warna hijau muda dipadu hijau tua. Lingkungan sekitar rumahnya pun tampak sangat bersih. Tak ada lagi semak-semak tinggi.

Tak sedikit pun kata keluar dari mulut saat melihat penampilan baru rumahnya. Ia terhenyak. Seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

Dengan ekspresi wajah lugu, dan ketiga adiknya melangkah masuk ke dalam rumah. Mereka kemudian menoleh ke kiri dan ke kanan. Seakan tengah mengingat-ingat rupa ruang-ruang itu sebelumnya. Sejumlah furnitur telah melengkapi ruang demi ruang di rumah itu. Sumbangan dari para donatur.
 
SBY menepati janjinya. Sebelumnya, dalam akun Twitter @SBYudhoyono Kamis 18 April 2013, sekitar pukul 10.30, ia menanggapi kisah kegigihan dalam memenuhi kebutuhan hidup adik-adiknya, setelah masyarakat dan pengguna internet melaporkan informasi itu. SBY merespons informasi tersebut dan menyatakan akan mengutus stafnya untuk bekerja sama dengan Gubernur Jawa Tengah dalam mengatasi persoalan .

Respons SBY pada kondisi berbuah baik. Sejumlah bantuan datang silih berganti meringankan hidupnya, termasuk memperbaiki rumahnya di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah.

Sedikitnya 40 anggota KODIM 0701 Banyumas dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun rumah yang sudah tak layak huni. Proses pembangunan dipimpin langsung oleh Komandan KODIM 0701 Banyumas, Letkol Infantri Helmi Tachejadi. Untuk merenovasi rumah Tasripin, para anggota TNI ini rela melakukan iuran.

Proses perbaikan dilakukan secara menyeluruh, dari mulai atap rumah, dinding rumah yang sudah lapuk, lantai, perbaikan pintu, serta menutup ruang belakang yang masih terbuka dengan menggunakan bangunan permanen. Selain itu, anggota Kodim ini juga membuatkan dapur serta kamar mandi di rumah .

Rumah di kaki Gunung Slamet ini memang jauh dari standar kelayakan. Beda dengan rumah sebelahnya yang berlantai keramik dan bertembok, rumah yang ditempati Tasripin dan adik-adiknya terbuat dari papan berukuran sekitar 5 meter x 6 meter. Hanya dua kursi panjang dan satu meja kayu yang menjadi perabot di ruang yang lantainya beralaskan semen pecah-pecah itu. Ruangan di rumah itu pengap.

dan ketiga adiknya, Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo (4), tidur di dipan kayu beralaskan karpet plastik. Ketika malam datang, dinginnya angin gunung menelusup masuk melalui celah papan rumahnya, mereka hanya berselimutkan sarung. 

'Diungsikan' ke hotel mewah

Selama menunggu proses 'bedah rumah' rampung, Tasripin dan ketiga adiknya diboyong oleh Komandan Kodim 0701 Banyumas ke sebuah hotel berbintang di Kota Purwokerto. Tasripin tak pernah bermimpi bisa bermalam di sebuah hotel mewah. Setiap hari yang ada di kepalanya hanya berpikir bagaimana cara membiayai hidup adik-adiknya. 

Namun Rabu malam, 17 April 2013, untuk pertama kali dalam hidup, mereka menginjakkan kaki di sebuah hotel mewah. Jarak hotel itu kira-kira hanya 25 kilometer dari rumahnya. Namun, Tasripin mengaku selama ini hanya sekedar berjalan-jalan ke kota pun ia belum pernah.
                                              
Kaki-kaki kecil itu melangkah perlahan memasuki ruang megah di hadapan mereka. Lantai keramik yang mereka jejaki licin dan mengkilap. Berbeda dengan lantai semen retak di rumahnya. Tasripin tak mampu menyembunyikan kecanggungannya. Begitu pula tiga adiknya. 

Tasripin lebih banyak diam dan duduk tenang di sofa lobi hotel. Ketiga adiknya mengikutinya. Saat hendak naik ke kamar hotel yang berada di lantai dua dengan menggunakan lift, mereka tampak gugup. Belum lagi sampai di kamar, Tasripin masih bingung juga dengan kunci pintu yang menggunakan kartu khusus. ()

Meski awalnya sempat telihat bingung dengan situasi kamar yang nyaman dilengkapi dengan pendingin ruangan dan televisi layar datar, ketiga adik Tasripin pun akhirnya dapat tertidur nyenyak di kasur empuk.

Dia memandangi adik-adiknya satu per satu, ketika mereka tertidur dalam satu tempat tidur sambil berselimut nyaman, bukan lagi sarung seperti malam-malam sebelumnya. Bahagia.

Berjuang hidup mandiri

Tasripin bukan hidup sebatang kara. Dia terpaksa bekerja keras menghidupi adik-adiknya. Setiap pagi dengan telaten Tasripin memandikan adik-adiknya, tak lupa menyuapi Daryo, si bungsu. Mencuci, memasak, dan membersihkan rumah, juga jadi bagian dari tugasnya.

Sementara ayah dan kakak tertua mereka, Kuswito (42) dan Natim (21) merantau ke Kalimantan sebagai pekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit. Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu, di usia 37 tahun, akibat terkena longsoran batu saat menambang pasir di dekat rumahnya.

Ayahnya beberapa kali mengirim uang melalui bibi Tasripin sebanyak Rp800 ribu. Uang itu untuk membayar listrik dan kebutuhan mendesak. Namun sebelum kiriman berikutnya datang, uang itu sudah habis. Tak jarang Tasripin bingung saat adik-adiknya menangis minta dibelikan jajan sementara uang kiriman ayahnya sudah habis.

Untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetangganya tak jarang memberikan utang di warung. Tawaran untuk mengasuh mereka juga datang, namun Tasripin menolak. 

Meski hidup jauh dari ayahnya, Tasripin bertekad hidup mandiri. Dia bekerja membantu tetangganya menjadi buruh tani, bekerja di sawah, mengeringkan gabah, hingga mengangkut hasil panen.

Tasripin tidak mengeluh meski harus naik bukit sejauh 2 kilometer dari sawah ke rumah juragannya. Tasripin berangkat ke sawah pukul 07.00 dan pulang pukul 12.00. Bayarannya tak menentu. Kadang beras, kadang upah berupa uang sebesar Rp30.000. 

Dengan penghasilannya itu, Tasripin masih sulit memenuhi kebutuhannya dan ketiga adiknya. Bahkan, sabun dan shampo menjadi barang mewah buat mereka. Tak heran mereka pun sangat rentan terkena penyakit. Adik Tasripin, Riyanti, misalnya. Karena sering kali mandi tidak menggunakan sabun dan shampo, dia menderita penyakit gatal-gatal dan koreng di bagian kepala.

Malu dengan penyakit yang dideritanya, Riyanti pun selalu menggunakan kerudung untuk menutupi gatal di kepala. Penyakit ini membuat dia terlihat lebih minder dan tertutup dibandingkan dengan kakaknya Dandi dan adiknya Daryo. Menurut warga, Riyanti tidak dapat main dan berbaur dengan teman-teman sebayanya, karena mereka selalu menjauh saat dia datang untuk ikut bermain.

Jika sabun dan shampo jadi barang mahal bagi Tasripin dan ketiga adiknya, apalagi sekolah. Dari keempat anak itu, hanya Daryo yang bersekolah di pendidikan anak usia dini (PAUD). Kedua adiknya, Dandi dan Riyanti, tidak melanjutkan sekolah.

Tasripin sebenarnya masih terlilit biaya sekolah lebih dari Rp 100.000 di SD Negeri Sambirata 3. Namun apa daya, perekonomian keluarganya tak memungkinkan mimpinya itu. Cita-citanya menjadi guru pun telah dianggapnya kandas.

Rindu dekapan ayah

Rumah baru, lengkap dengan furnitur, hingga bantuan uang tunai dari Presiden SBY, belum cukup rupanya bagi Taspirin dan ketiga adiknya. Tasripin ingin menggenapi kebahagiaanya itu dengan dapat berkumpul kembali bersama ayahnya Kuswito dan kakaknya Natim yang bekerja di Kalimantan. Dia berharap agar mereka segera pulang untuk membantu mengurus ketiga adiknya.

"Pak, sini pulang. Saya sudah capek mengurus adik-adik, saya masih ingin bekerja agar dapat melanjutkan sekolah," ucapnya lirih.

Doa Taspirin ini rupakan diamini. Jika tidak ada aral melintang, Tasripin dan adik-adiknya . Hari ini, Jumat 19 April 2013, ayahnya itu telah sampai Surabaya dan sedang dalam perjalanannya pulang.

"Ayahnya sudah sampai di Surabaya, sekarang sedang dijemput," kata Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial, di Kantor Kemensos.

Salim berharap, setelah berkumpul, keluarga itu bisa hidup bersama di kampung halaman. "Kami harapkan orangtuanya kembali dan tinggal bersama anak-anaknya, itulah yang paling indah dan paling bagus." 

Salim mengaku telah menugasi tim reaksi cepat (TRC) sejak 13 April lalu untuk memberikan bantuan. Selain mendata, tim melakukan pendekatan pada bocah yang mengupayakan nafkah buat tiga adiknya itu.

Dari pendataan, kata Salim, diketahui anak-anak itu memiliki kerabat di sekitar tempat tinggal, namun kurang diayomi. "Mereka punya Bude (kakak perempuan ayah/ibu) di sekitar rumahnya, tapi sepertinya anak-anak itu tidak cocok atau kurang menyatu dengan kerabatnya di sekitar sana," kata dia.

Sementara itu, Salim menyatakan, solusi yang tepat atas persoalan bocah tersebut adalah membuat anak-anak itu hidup bersama orangtuanya, bukan disalurkan ke panti asuhan. "Anak-anak itu juga harus tetap melanjutkan sekolah." (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya