Lampung Selatan Berdarah, Siapa Salah?

Bentrok Antar Warga di Lampung
Sumber :
  • Antara/Kristian Ali

VIVAnews - Konflik berdarah terjadi di Lampung Selatan. Sebanyak 14 orang tewas dalam bentrok yang terjadi dalam kurun waktu tiga hari antara warga Desa Agom, Kecamatan Kalianda dengan warga Desa Balinuraga, Kecamatan Way Panji.

Indonesia Sesalkan Palestina Gagal Jadi Anggota Penuh PBB Karena Veto AS

Perang antar warga itu pertama kali terjadi Sabtu, 27 Oktober 2012, pukul 23.00 WIB. Berbagai senjata tajam, termasuk senjata api rakitan digunakan untuk menyerang satu sama lain.

Bentrokan itu bermula ketika dua orang gadis asal Desa Agom yang tengah mengendarai sepeda motor diganggu oleh pemuda asal Desa Balinuraga hingga jatuh dan luka-luka.

Kepala Desa Agom dan Balinuraga sebetulnya telah mengadakan perjanjian damai atas kejadian tersebut. Namun, keluarga kedua gadis tidak terima. Mereka lantas mendatangi Desa Balinuraga untuk menemui pemuda yang mengganggu itu.

Namun, saat tiba di Desa Balinuraga, keluarga dan beberapa warga Desa Agom langsung diserang dengan senjata api. Akibatnya, satu orang tewas tertembus timah panas.

Bentrokan kembali terjadi, Minggu 28 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB. Pada bentrok kali ini, jumlah korban lebih banyak. Enam orang tewas mengenaskan akibat dihajar  senjata tajam. Tak hanya menelan korban jiwa yang lebih banyak, bentrok kali ini menghanguskan 6 rumah.

Israel-Iran Memanas, BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 21,46 Triliun

Polisi langsung berupaya mendamaikan kedua kubu. Tokoh masyarakat dari kedua warga dipertemukan.

"Pihak kami telah melakukan upaya perdamaian sejak kemarin dengan menghadirkan para tokoh adat. Pembicaraan upaya perdamaian terus dilakukan hingga hari ini," ungkap Kapolres Lampung Selatan, AKBP Tatar Nugroho di Lampung.

Upaya perdamaian ini dipimpin langsung oleh Kapolda Lampung. Selain itu, polisi juga langsung mendatangi kelompok-kelompok warga untuk memberikan imbauan damai. "Kami datangi kedua kampung agar warga tidak saling serang kembali," tutur Tatar.

Rupanya, pertemuan antar pemimpin kedua desa tidak berpengaruh. Aksi serang antar warga kembali terjadi, Senin, 29 Oktober 2012, pukul 14.00 WIB.

Sekitar 1.000 aparat kepolisian dan TNI sudah dikerahkan ke lokasi. Namun, warga yang jumlahnya ribuan itu, tak dapat ditangani hingga akhirnya warga berhasil masuk ke Desa Balinuraga melalui jalan perkebunan dan persawahan.

Dalam aksi penyerangan ini 7 orang tewas. Kebanyakan korban tewas tergeletak di areal perkebunan dan persawahan dengan kondisi tubuh rusak akibat dicabik-cabik. Setelah beberapa jam kemudian, warga penyerang meninggalkan Desa Balinuraga yang hancur lebur.

TKN Imbau Pendukung Prabowo-Gibran Tak Gelar Aksi Saat Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Total korban tewas sejak bentrok Sabtu hingga Selasa sebanyak 14 orang. Empat orang dari Desa Agom dan 10 orang dari Desa Balinuraga. Belasan orang lainnya mengalami luka-luka akibat senjata tajam.

Sebanyak 166 unit rumah warga di Desa Balinuraga dan Sidoreno dibakar massa, 11 unit sepeda motor dibakar, 1 mobil minibus dan 2 mobil jeep dibakar, serta sebuah gedung sekolah juga dibakar massa.

Ribuan orang mengungsi
Konflik antar warga di Lampung Selatan menyebabkan penderitaan bagi warga lainnya. Ketakutan akan serangan balasan, menyebabkan ribuan orang takut keluar rumah.

Sejak Senin kemarin, ribuan warga Desa Agom terpaksa mengungsi untuk menghindari serangan balasan dari warga Desa Balinuraga.

Kabid Humas Polda Lampung, AKBP Sulityaningsih, mengatakan, sebanyak 192 orang diungsikan ke Sekolah Polisi Negara (SPN) Kemiling. Ribuan lainnya mengungsi ke Mapolres Lampung Selatan.

Para pengungsi tersebut kebanyakan perempuan, orangtua dan anak-anak. Mereka berduyun-duyun membawa bungkusan pakaian. Wajah-wajah mereka menunjukan rasa cemas, takut akan keselamatannya.

Mereka kemudian menggelar tikar di sekitar Mapolres. "Kami dengar ada serangan balasan, dan akan menyerang warga Kalianda juga, padahal jaraknya jauh dari lokasi bentrokan. Saya takut dan langsung mengungsi ke Mapolres ini," ujar seorang warga, Asih, sambil menggendong bayinya.

Selasa dinihari, 30 Oktober 2012, ratusan warga pria berjaga-jaga di jalanan Kota Kalianda. Dengan memegang berbagai senjata tajam seperti, tombak, parang, dan bambu runcing. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi isu adanya serangan balik dari Desa Balinuraga.

Isu serangan balasan itu berhembus sejak Senin malam, dan membuat seluruh warga Kota Kalianda yang juga ibukota Lampung Selatan, panik. Suara pengumuman agar seluruh warga waspada berkumandang dari pengeras suara di masjid-masjid.  

Kondisi di lapangan tampak lengang. Sebagian warga tidak berani keluar untuk beraktivitas seperti biasa. Mereka memilih untuk tetap di dalam rumah. Sebagian lagi masih bertahan di lokasi pengungsian. "Keluarga masih kami ungsikan. Takut ada serangan balasan," kata seorang warga Desa Agom.

Persoalan sepele
Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyatakan, bentrok antarwarga yang terjadi di Lampung Selatan sesungguhnya berawal dari masalah sepele.

Timur mengatakan, akar persoalan dapat dirunut "mulai dari kelompok yang mengganggu kegiatan pemudi." Dua gadis asal Desa Agom yang mengendarai sepeda motor diganggu oleh pemuda asal Desa Balinuraga hingga jatuh dan mengalami luka-luka.

"Masalah sepele ini mempengaruhi dan melatarbelakangi semua," kata Kapolri. Lalu masalah itu kemudian berkembang dengan isu pelecehan seksual, hingga terjadi bentrokan.

Oleh sebab itu Kapolri meminta tokoh-tokoh masyarakat Lampung, ulama setempat, dan pemerintah daerah, bisa ikut meredam bentrok antarwarga di Lampung.

Kapolri mengakui peristiwa bentrok antarwarga di Lampung Selatan bukan terjadi kali ini saja. "Ini sudah terjadi berkali-kali. Artinya kita harus lebih keras lagi, terutama dalam membina dan mengelola wilayah itu. Masyarakat, tokoh, ulama, dan pemda harus bersinergi," ujar Timur.

Oleh karena itu, Kapolri meminta kepala daerah berperan aktif dalam mengatasi konflik yang terjadi di Lampung Selatan. "Tentu saja kami akan kedepankan pemerintah daerah. Kami akan tegas demi hukum," kata Timur.

Bukan hanya di Lampung, konflik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia juga harus diselesaikan secara bersama-sama. Penegak hukum dan pemerintah daerah. "Tentu saja ada ciri khas masing-masing daerah. Ciri khas itulah yang harus dikedepankan masyarakat untuk tindakan preventif," kata Kapolri.

Instruksi Presiden SBY
Peristiwa berdarah itu langsung disikapi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebelum bertolak ke Inggris, untuk menghadiri pertemuan puncak The Asia-Europe Meeting (ASEM). Presiden meminta segenap pemangku kepentingan turut bertanggung jawab mengatasi aksi kekerasan horisontal yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia, termasuk di Lampung Selatan.

Dia minta tanggung jawab itu tidak hanya dibebankan kepada aparat kepolisian dan TNI tetapi juga pemangku kepentingan lainnya.

"Saya menyerukan semua pihak harus ikut bertanggung jawab, semua pihak peduli, semua pihak bekerja," kata SBY di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa 30 Oktober 2012.

Pencegahan optimal tidak bisa hanya diserahkan pada kepolisian dan TNI. "Jangan, sekali lagi, hanya menyerahkan kepada aparat kepolisian dan komando teritorial TNI. Hanya dengan cara itu kita bisa mencegah secara optimal dan efektif," kata SBY.

Pernyataan presiden itu kemudian diperjelas oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto. Djoko mengatakan, maksud presiden itu adalah agar seluruh pemangku kepentingan seperti kepala daerah, tokoh masyarakat dan masyarakat sipil ikut bersama-sama mencegah.

"Poinnya adalah jangan semua diserahkan kepada TNI dan Polri. Semua tokoh masyarakat, pemda, gubernur, bupati, itu juga ikut dalam konteks itu," kata Djoko.

Kini, ratusan anggota polisi dari Polda Lampung, Brimob Polda Banten dan Sumsel diterjunkan menuju lokasi. Sebanyak 700 anggota TNI juga dikerahkan untuk mengamankan lokasi bentrokan. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya