Tentang Aliran Uang Fathanah ke 40 Wanita Itu

wanita cantik dan lobi politik
Sumber :
  • tvOne

VIVAnews - Transaksi rekening tersangka suap kuota impor daging di Kementerian Pertanian beredar di kalangan wartawan, Kamis 23 Mei 2013. Dalam data tersebut, Ahmad Fathanah, tersangka tindak pidana pencucian uang yang tengah diproses Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diduga mengirim dana jutaan hingga miliaran rupiah ke 40an perempuan.

Dalam data yang diperoleh VIVAnews, beberapa nama perempuan sudah sempat diberitakan media massa selama ini terkait pencucian uang Fathanah, seperti Dewi Kirana, Tri Kurnia Puspita, dan Sefti Sanustika, istri Fathanah.

Satu dari nama dalam dokumen yang beredar itu tertulis Kiki Rizki Amalia. Nama itu disebutkan menerima Rp7,5 juta melalui BCA sebanyak dua kali transaksi, selama Maret-Oktober 2005.

Spekulasi berkembang, nama itu merujuk pada artis Kiki Amalia. Kiki sempat menggelar jumpa pers membantah keterkaitannya dengan Ahmad Fathanah beberapa hari sebelum dokumen tersebut beredar.

Setelah dokumen beredar, Kiki kembali membantah keterlibatannya melalui pengacaranya, Aulia Fahmi. "Saya perlu tegaskan, aliran dana atas nama Kiki Rizki Amalia itu bukanlah nama yang sesuai dengan nama asli Kiki Amalia," katanya saat dihubungi melalui telepon.

Kementerian Perdagangan dan Penegak Hukum Diminta Lebih Tegas Tangani Peredaran Oli Palsu

Nama itu hanya identik, tidak sama dengan nama yang ada dalam KTP milik Kiki. Nama asli Kiki sendiri adalah Andi Kiki Rizki Amalia.

Fahmi bahkan sudah sempat bertanya langsung pada pengacara Fathanah apakah pihaknya pernah mengirim uang ke Kiki. "Dia bilang tidak kenal Kiki. Beda dengan Maharani yang diakui Fathanah mengenalnya," ia melanjutkan.

Perkara kliennya yang kerap disangkutpautkan dengan kasus Fathanah karena adanya data itu, Fahmi juga sudah mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia menulis surat dan meminta penjelasan soal munculnya nama Kiki Rizki Amalia dalam data 45 nama yang dialiri dana oleh Fathanah itu. "Nah, saya pertanyakan itu pada KPK. BAP kan sifatnya rahasia, tapi kenapa dapat diumbar ke publik," kata Fahmi lagi.

Menurutnya, itu kontradiktif dengan penjelasan jubir KPK bahwa secara yuridis hanya pihaknya patut menyampaikan data. "Apakah ada oknum KPK yang membocorkan datanya?" kata dia.

Istri Aspri Luthfi

Satu nama yang tertera dalam dokumen itu, hari ini diperiksa KPK. Dia adalah Linda Silviana. Linda ini merupakan istri Ahmad Zaky yang juga dipanggil KPK sebagai saksi.

Ahmad Zaky adalah sekretaris pribadi tersangka Luthfi Hasan Ishaaq, sedangkan Linda Silviana adalah dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam. Linda diduga pernah menerima aliran dana dari Ahmad Fathanah, juga tersangka dalam kasus itu, sebesar Rp1,025 miliar.

Transfer dana dari Fathanah ke Linda itu tercatat dalam dokumen transaksi Fathanah ke 45 wanita yang sejak kemarin beredar di kalangan media. Dalam catatan itu, Linda menerima uang Rp1,025 miliar dalam sekali transfer.

Selain Zaky dan Linda, KPK hari ini juga memeriksa Lis Damayanti. Lis disebut KPK sebagai pihak swasta. Belum dijelaskan lebih lanjut apa kaitan Lis dalam kasus ini.

“Kalau Zaky diperiksa sebagai saksi untuk LHI (Luthfi Hasan Ishaaq),” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, di kantor KPK.

Selengkapnya daftar nama-nama yang tertera dalam dokumen itu dapat dibaca di

Waktu Idel untuk Kencing Setiap Hari, Laki-laki Harus Tahu Agar Prostat Tetap Sehat

Penjelasan PPATK

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf, Kamis 23 Mei 2013, membenarkan adanya temuan transaksi mencurigakan dari rekening tersangka kasus kuota impor daging sapi, Ahmad Fathanah, ke sekitar 40 wanita.

Namun, Yusuf mengaku tidak hafal nama-nama wanita itu. Yang pasti, mereka tidak hanya dari kalangan artis, tetapi juga ibu-ibu rumah tangga.

"Banyak yang dari kalangan ibu rumah tangga. Termasuk perorangan. Dan, semua temuan sudah kita serahkan KPK," kata Yusuf saat bicara di Auditorium Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) di acara Kuliah Umum yang mengangkat tema 'Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia'.

Yusuf tidak merinci detail, apakah dana itu mengalir lagi ke pihak ketiga, baik perorangan maupun institusi dan partai politik. "Memang tidak tertutup kemungkinan dari individu-individu itu kemudian mengalirkannya lagi ke partai, itu terus kita dalami," tegasnya.

Namun, Wakil Kepala Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso yang dikonfirmasi sebelumnya tentang data yang beredar ini,  menyatakan bahwa dokumen transaksi itu bukan berasal dari PPATK. Agus mengaku sudah melihat data itu di sebuah media.

"Saya tidak bisa mengonfirmasi data itu. Tapi kalau dilihat dari datanya, bukan tipikal PPATK. Tipikal dokumen kami tidak seperti itu," kata dia saat dihubungi VIVAnews.

Modus Pencucian Uang

Profil data transaksi mencurigakan PPATK biasanya merinci transaksi yang masuk dan ke luar dari dan ke sebuah rekening yang dianggap mencurigakan. "Yang ini kalau saya lihat, dibuat bulat-bulat. Tidak jelas, apakah itu transaksi masuk atau ke luar," ujarnya.

Satu lagi yang diingatkan Agus, pihaknya tidak pernah menganalis secara khusus transaksi perempuan-perempuan yang menyangkut Fathanah. Namun Agus memandang fenomena Ahmad Fathanah ini dapat dijadikan pelajaran bagi masyarakat agar jangan mudah menerima pemberian.

Agus mengungkapkan bahwa para pelaku pencucian uang kerap menggunakan orang sekitarnya untuk menyamarkan uang hitam. "Pengamatan dua tahun terhadap tipologi Tindak Pidana Pencucian Uang selama ini, modusnya itu memang melibatkan banyak orang," ujar dia.

Klasifikasi pencuci uang antara lain aktif, fasilitator, dan pasif. Kriteria yang terakhir ini biasanya menjadi semacam penadah.

Menurut Agus, ini berbahaya karena dapat merugikan diri sendiri. Ibarat membeli mobil atau motor bodong, tak jelas informasi mengenai asal usul dan kondisi kendaraan itu, dan ternyata di kemudian hari bermasalah.

"Ada orang baru kenal sudah berani memberi banyak hadiah atau uang, kan mencurigakan. Menemukan uang saja kan sebenarnya harus lapor," kata Agus.

Menurut Agus, semenjak menerapkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Anti Terorisme, itu merupakan wujud komitmen negara Indonesia untuk menerapkan sistem keuangan yang bersih dari uang ilegal.

"Ini demi membangun integritas sistem keuangan," kata Agus.

Siapapun, Agus melanjutkan, bisa saja berdalih bahwa dirinya tidak tahu bahwa uang atau hadiah yang diterima ternyata berasal dari hasil kejahatan. Namun, apabila diusut dan ternyata terbukti ilegal, orang itu tetap harus mempertanggungjawabkannya.

Metode pembuktian terbalik sebagaimana diatur Pasal 77 dan 78 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, menurut Agus, bisa digunakan untuk mengusut aset yang dimiliki seseorang.

"Karena itu masyarakat harus berhati-hati terhadap pemberian hadiah atau uang yang tidak wajar," kata Agus. (eh)

Baca Juga:

Sidang Lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di MK

Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bawaslu Sebut Jokowi Bagi-bagi Bansos Tak Langgar Netralitas

Cara Presiden Jokowi yang bagi-bagi bansos dekat spanduk pasangan 02 Prabowo-Gibran di Serang, Banten dipersoalkan.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024