Pertamax Makin Mahal, Premium Tetap Dilarang?

BBM: Pertamina
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews- Harga Pertamax (non subidi) terus mengalami kenaikan, menyusul kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai US$92 per barel. Harga Pertamax kini berada di kisaran Rp7.500 dan akan terus naik jika harga minyak dunia terus melonjak.

Instruksi Irjen Karyoto ke Jajarannya Pastikan Rangkaian Perayaan Paskah Kondusif

Saat memasuki awal tahun baru 2011, yakni pada 1 Januari, Pertamina memberikan kado tahun baru berupa kenaikan harga Pertamax rata-rata Rp400 per liter.

Menurut Vice President Corporate Communication PT Pertamina Mohammad Harun, kenaikan dilakukan menyusul lonjakan harga minyak mentah dunia. Selama ini, kata dia, Pertamina selalu menyesuaikan kenaikan harga BBM nonsubsidi sesuai dengan harga patokan minyak mentah Indonesia.

Pilkada Serentak 2024 Diusulkan Ditunda, Ini Sejumlah Pertimbangannya

"Jadi, kenaikan itu merupakan langkah yang sudah dijadwalkan," kata dia. Sebab, Pertamina biasanya me-review harga BBM nonsubsidi setiap dua minggu sekali.

Dari pantauan VIVAnews, di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umur terlihat adanya kenaikan harga Pertamax dari sebelumnya Rp7.050 per liter menjadi Rp7.500 per liter. Sementara harga Pertamax Plus naik dari sebelumnya Rp7.450 per liter menjadi Rp7.900 per liter.

Harga produk saingan Pertamax juga hampir sama. Sebut saja misalnya, di SPBU Shell, tercatat harga Shell Super sebesar Rp7.450, Shell Super ekstra Rp7.950 dan Diesel Rp8.100.

Persoalannya, kenaikan harga Pertamax menjadi krusial seiring dengan rencana pemerintah memberlakukan kebijakan larangan penggunaan premium bagi mobil pribadi pada 1 April 2011. Jika itu diberlakukan, maka selisih atau tambahan pengeluaran yang akan dikeluarkan konsumen akan semakin besar. Pengguna mobil pribadi yang semula membeli Premium seharga Rp4.500 per liter akan membayar Pertamax dengan harga yang berlaku, untuk saat ini Rp7.500 per liter.

Momen Bersejarah, Al Quran Berbahasa Gayo Hadir Memperkuat Identitas dan Budaya Aceh

Gara-gara harga Pertamax terus melaju, menurut pengamat perminyakan Kurtubi, opsi larangan premium menjadi tidak rasional. Rencana kebijakan itu membuat mobil pelat hitam dipaksa membeli Pertamax karena tidak ada pilihan lain.

"Setelah naik jadi Rp7.500 per liter, sebentar lagi harga Pertamax naik lagi menjadi Rp8.000 dan seterusnya, karena harga minyak bisa tembus US$100 per barel nantinya," ujarnya kepada VIVAnews di Jakarta, Minggu 2 Januari 2011.

Lebih Baik Naikkan Harga Bertahap

Kurtubi berpendapat kebijakan itu tidak tepat jika bertujuan mengurangi subsidi BBM. Lebih baik, pemerintah menaikkan harga BBM secara bertahap agar lebih efisien hingga tidak ada subsidi premium. Saat ini dengan jenis oktan 92 seharga Rp7.200 pelaku usaha sudah menikmati keuntungan. Artinya, biaya produksi jenis Oktan 88 atau premium lebih rendah dibanding oktan 92.

Hal itu lebih efisien dibanding larangan premium bagi mobil pelat hitam karena pengawasannya akan sulit. Mobil pelat kuning dan sepeda motor akan tergoda menjual kembali premium yang dibelinya.

"Itu tidak bisa dikontrol dan rumit, jadi lebih baik harga premiumnya saja dinaikkan," ujarnya. Misalnya, kata dia, harga premium dinaikkan Rp1000 menjadi Rp5.500 per liter. Harga itu masih lebih rendah dibanding harga Pertamax.

Berbeda dengan Kurtubi, pengamat ekonomi Anggota Abimanyu justru mengusulkan agar pemerintah mempercepat penerapan larangan premium karena kenaikan minyak dunia. Alasannya, terkait dengan kesiapan masyarakat dan alokasi dana subsidi.

Menurut Anggito, dengan pengunduran jadwal pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi dari Januari menjadi Maret 2011, artinya penghematan yang semula diperkirakan Rp3,8 triliun bakal menurun. "Kalau harga ICP US$100 per barel atau Pertamax Rp8.000, apakah pemerintah akan tetap melaksanakan?" katanya.

Dari sisi masyarakat, mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan ini memperkirakan akan timbul kekagetan dari sisi pengeluaran untuk konsumsi BBM. Sebab, masyarakat yang selama ini hanya membeli premium Rp4.500 per liter, terpaksa mengeluarkan dana Rp8.000 per liter karena harus beralih ke Pertamax.

Namun, usulan percepatan larangan premium ditolak oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh. Alasannya, pemerintah lebih mempersiapkan kebijakan itu secara teknis agar subsidi tepat sasaram. "Pemerintah tak ingin cepat, tapi ingin lebih logis dan siap secara teknis," ujar Darwin.

Menurut Direktur ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto, jika harga minyak mentah dunia terus melambung hingga US$100 per barel, harga Pertamax bisa mencapai Rp8.900 per liter. Padahal peluang harga minyak mentah dunia menembus US$100 sangat besar karena musim dingin dan OPEC enggan menambah produksi. "Jika harga Pertamax Rp9.000, apakah pemerintah tetap akan melarang konsumsi premium?"

Bolivia Batalkan Kenaikan BBM

Di saat Indonesia berniat memberlakukan larangan premium, Presiden Bolivia, Evo Morales justru baru saja membatalkan kenaikan harga BBM setelah berjalan satu pekan, sejak 26 Desember 2010. Pembatalan dilakukan karena aksi protes rakyat merebak, bahkan dikhawatirkan menggoyang pemerintahan Morales yang sudah jalan lima tahun. Bahkan, aksi demo akan dilanjutkan setelah libur Tahun Baru.

Sebenarnya kenaikan harga BBM sudah direncanakan pemerintah sejak enam tahun lalu. Wakil Presiden Alvaro Garcia mengatakan bahwa negara menghabiskan anggaran sebesar US$380 juta per tahun untuk mensubsidi impor BBM. Namun, kenaikan harga BBM mengundang kemarahan rakyat. Para supir bus dan taksi mogok di banyak kota dan itu menjalar ke para pekerja sektor lain.

Berkaca dari kasus Bolivia, Kurtubi menyarankan lebih baik pemerintah menaikkan harga premium secara bertahap. (hs)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya